Jumat, 04 Mei 2012

Sumber Daya dan Cadangan Batubara


  Sumber daya batubara (Coal Resources) adalah bagian dari endapan batubara yang diharapkan dapat dimanfaatkan. Sumber daya batu bara ini dibagi dalam kelas-kelas sumber daya berdasarkan tingkat keyakinan geologi yang ditentukan secara kualitatif oleh kondisi geologi/tingkat kompleksitas dan secara kuantitatif oleh jarak titik informasi. Sumberdaya ini dapat meningkat menjadi cadangan apabila setelah dilakukan kajian kelayakan dinyatakan layak.
   Cadangan batubara (Coal Reserves) adalah bagian dari sumber daya batubara yang telah  diketahui dimensi, sebaran kuantitas, dan kualitasnya, yang pada saat pengkajian kelayakan dinyatakan layak untuk ditambang.
Klasifikasi sumber daya dan cadangan batubara didasarkan pada tingkat keyakinan geologi dan kajian kelayakan. Pengelompokan tersebut mengandung dua aspek, yaitu aspek geologi dan aspek ekonomi.

Kelas Sumber Daya
1. Sumber Daya Batubara Hipotetik (Hypothetical Coal Resource)
Sumber daya batu bara hipotetik adalah batu bara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan survei tinjau.
Sejumlah kelas sumber daya yang belum ditemukan yang sama dengan cadangan batubara yg diharapkan mungkin ada di daerah atau wilayah batubara yang sama dibawah kondisi geologi atau perluasan dari sumberdaya batubara tereka. Pada umumnya, sumberdaya berada pada daerah dimana titik-titik sampling dan pengukuran serat bukti untuk ketebalan dan keberadaan batubara diambil dari distant outcrops, pertambangan, lubang-lubang galian, serta sumur-sumur. Jika eksplorasi menyatakan bahwa kebenaran dari hipotesis sumberdaya dan mengungkapkan informasi yg cukup tentang kualitasnya, jumlah serta rank, maka mereka akan di klasifikasikan kembali sebagai sumber daya teridentifikasi (identified resources).

2. Sumber Daya Batubara Tereka (inferred Coal Resource)
Sumber daya batu bara tereka adalah jumlah batu bara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan prospeksi.
Titik pengamatan mempunyai jarak yang cukup jauh sehingga penilaian dari sumber daya tidak dapat diandalkan. Daerah sumber daya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi dalam daerah antara 1,2 km – 4,8 km. termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm atau lebih.

3. Sumber Daya Batubara Tertunjuk (Indicated Coal Resource)
Sumber daya batu bara tertunjuk adalah jumlah batu bara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi pendahuluan.
Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup untuk melakukan penafsiran secara relistik dari ketebalan, kualitas, kedalaman, dan jumlah insitu batubara dan dengan alasan sumber daya yang ditafsir tidak akan mempunyai variasi yang cukup besar jika eksplorasi yang lebih detail dilakukan. Daerah sumber daya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti gteologi dalam daerah antara 0,4 km – 1,2 km. termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sib bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm.

4. Sumber Daya Batubara Terukur (Measured Coal Resourced)
Sumber daya batu bara terukur adalah jumlah batu bara di daerah peyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat–syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi rinci.
Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup untuk diandalkan untuk melakukan penafsiran ketebalan batubara, kualitas, kedalaman, dan jumlah batubara insitu. Daerah sumber daya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi dalam radius 0,4 km. Termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm.

Penghitungan Sumber Daya
   Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung sumberdaya batubara di daerah penelitian. Pemakaian metode disesuaikan dengan kualitas data, jenis data yang diperoleh, dan kondisi lapangan serta metode penambangan (misalnya sudut penambangan). Karena data yang digunakan dalam penghitungan hanya berupa data singkapan, maka metode yang digunakan untuk penghitungan sumber daya daerah penelitian adalah metodeCircular (USGS) (Gambar).
circular Method (USGS)


Aturan Penghitungan Sumberdaya Batubara dengan MetodeCircular (USGS) (Wood et al., 1983)
Penghitungan sumber daya batubara menurut USGS dapat dihitung dengan rumus
Tonnase batubara = A x B x C, dimana
A = bobot ketebalan rata-rata batubara dalam inci, feet, cm atau meter
B = berat batubara per stuan volume yang sesuai atau metric ton.
C = area batubara dalam acre atau hektar
Kemiringan lapisan batubara juga memberikan pengaruh dalam perhitungan sumber daya batubara. Bila lapisan batubara memiliki kemiringan yang berbeda-beda, maka perhitungan dilakukan secara terpisah.
1.      Kemiringan 00 – 100
Perhitungan Tonase dilakukan langsung dengan menggunakan rumus Tonnase = ketebalan batubara xberat jenis batubara x area batubara
2.      Kemiringan 100 – 300
Untuk kemiringan 100 – 300, tonase batubara harus dibagi dengan nilai cosinus kemiringan lapisan batubara.
3.      Kemiringan > 300
Untuk kemiringan > 300, tonase batubara dikali dengan nilai cosinus kemiringan lapisan batubara.

Kamis, 26 April 2012

Apa itu CBM (Coal Bed Methane) ?



Batubara memiliki kemampuan menyimpan gas dalam jumlah yang banyak, karena permukaannya mempunyai kemampuan mengadsorpsi gas. Meskipun batubara berupa benda padat dan terlihat seperti batu yang keras, tapi di dalamnya banyak sekali terdapat pori-pori yang berukuran lebih kecil dari skala mikron, sehingga batubara ibarat sebuah spon. Kondisi inilah yang menyebabkan permukaan batubara menjadi sedemikian luas sehingga mampu menyerap gas dalam jumlah yang besar. Jika tekanan gas semakin tinggi, maka kemampuan batubara untuk mengadsorpsi gas juga semakin besar.
Gas yang terperangkap pada batubara sebagian besar terdiri dari gas metana, sehingga secara umum gas ini disebut dengan Coal Bed Methane atau disingkat CBM. Dalam klasifikasi energi, CBM termasuk unconventional energy (peringkat 3), bersama-sama dengan tight sand gasdevonian shale gas, dan gas hydrateHigh quality gas (peringkat 1) dan low quality gas (peringkat 2) dianggap sebagai conventional gas.
Produksi CBM
Di dalam lapisan batubara banyak terdapat rekahan (cleat), yang terbentuk ketika berlangsung proses pembatubaraan. Melalui rekahan itulah air dan gas mengalir di dalam lapisan batubara. Adapun bagian pada batubara yang dikelilingi oleh rekahan itu disebut dengan matriks (coal matrix), tempat dimana kebanyakan CBM menempel pada pori-pori yang terdapat di dalamnya. Dengan demikian, lapisan batubara pada target eksplorasi CBM selain berperan sebagai reservoir, juga berperan sebagai source rock.
Gambar 1. Prinsip produksi CBM
CBM bisa keluar (desorption) dari matriks melalui rekahan, dengan merendahkan tekanan air pada target lapisan. Hubungan antara kuantitas CBM yang tersimpan dalam matriks terhadap tekanan dinamakan kurva Langmuir Isotherm (proses tersebut berada pada suhu yang konstan terhadap perubahan tekanan). Untuk memperoleh CBM, sumur produksi dibuat melalui pengeboran dari permukaan tanah sampai ke lapisan batubara target. Karena di dalam tanah sendiri lapisan batubara mengalami tekanan yang tinggi, maka efek penurunan tekanan akan timbul bila air tanah di sekitar lapisan batubara dipompa (dewatering) ke atas. Hal ini akan menyebabkan gas metana terlepas dari lapisan batubara yang memerangkapnya, dan selanjutnya akan mengalir ke permukaan tanah melalui sumur produksi tadi. Selain gas, air dalam jumlah yang banyak juga akan keluar pada proses produksi ini.
Potensi CBM
Mengenai pembentukan CBM, maka berdasarkan riset geosains organik dengan menggunakan isotop stabil karbon bernomor masa 13, dapat diketahui bahwa terdapat 2 jenis pola pembentukan.
Sebagian besar CBM adalah gas yang terbentuk ketika terjadi perubahan kimia pada batubara akibat pengaruh panas, yang berlangsung di kedalaman tanah. Ini disebut dengan proses thermogenesis. Sedangkan untuk CBM pada lapisan brown coal (lignit) yang terdapat di kedalaman kurang dari 200m, gas metana terbentuk oleh aktivitas mikroorganisme yang berada di lingkungan anaerob. Ini disebut dengan proses biogenesis. Baik yang terbentuk secara thermogenesis maupun biogenesis, gas yang terperangkap dalam lapisan batubara disebut dengan CBM.
Gambar 2. Pembentukan CBM
Kuantitas CBM berkaitan erat dengan peringkat batubara, yang makin bertambah kuantitasnya dari gambut hingga medium volatile bituminous, lalu berkurang hingga antrasit. Tentu saja kuantitas gas akan semakin banyak jika lapisan batubaranya semakin tebal.
Dari penelitian Steven dan Hadiyanto, 2005, (IAGI special publication) ada 11 cekungan batubara (coal basin) di Indonesia yang memiliki CBM, dengan 4 besar urutan cadangan sebagai berikut: 1. Sumsel (183 Tcf), 2. Barito (101.6 Tcf), 3. Kutai (80.4 Tcf), 4. Sum-Tengah (52.5 Tcf). Dengan kata lain sumber daya CBM di Sumsel sama dengan total (conventional) gas reserves di seluruh Indonesia.
Terkait potensi CBM ini, ada 2 hal yang menarik untuk diperhatikan:
Pertama, jika ada reservoir conventional gas (sandstone) dan reservoir CBM (coal) pada kedalaman, tekanan, dan volume batuan yang sama, maka volume CBM bisa mencapai 3 – 6 kali lebih banyak dari conventional gas. Dengan kata lain, CBM menarik secara kuantitas.
Kedua, prinsip terkandungnya CBM adalah adsorption pada coal matrix, sehingga dari segi eksplorasi faktor keberhasilannya tinggi, karena CBM bisa terdapat pada antiklin maupun sinklin. Secara mudahnya dapat dikatakan bahwa ada batubara ada CBM.
Produksi CBM & Teknologi Pengeboran
Pada metode produksi CBM secara konvensional, produksi yang ekonomis hanya dapat dilakukan pada lapisan batubara dengan permeabilitas yang baik.
Tapi dengan kemajuan teknik pengontrolan arah pada pengeboran, arah lubang bor dari permukaan dapat ditentukan dengan bebas, sehingga pengeboran memanjang dalam suatu lapisan batubara dapat dilakukan. Seperti ditunjukkan oleh gambar di bawah, produksi gas dapat ditingkatkan volumenya melalui satu lubang bor dengan menggunakan teknik ini.
Gambar 3. Teknik produksi CBM
Teknik ini juga memungkinkan produksi gas secara ekonomis pada suatu lokasi yang selama ini tidak dapat diusahakan, terkait permeabilitas lapisan batubaranya yang jelek. Sebagai contoh adalah apa yang dilakukan di Australia dan beberapa negara lain, dimana produksi gas yang efisien dilakukan dengan sistem produksi yang mengkombinasikan sumur vertikal dan horizontal, seperti terlihat pada gambar di bawah.
Gambar 4. Produksi CBM dengan sumur kombinasi
Lebih jauh lagi, telah muncul pula ide berupa sistem produksi multilateral, yakni sistem produksi yang mengoptimalkan teknik pengontrolan arah bor. Lateral yang dimaksud disini adalah sumur (lubang bor) yang digali arah horizontal, sedangkan multilateral adalah sumur horizontal yang terbagi-bagi menjadi banyak cabang.
Pada produksi yang lokasi permukaannya terkendala oleh keterbatasan instalasi fasilitas akibat berada di pegunungan misalnya, maka biaya produksi memungkinkan untuk ditekan bila menggunakan metode ini. Secara praktikal, misalnya dengan melakukan integrasi fasilitas permukaan.
Catatan: Teknik pengontrolan arah bor
Teknik pengeboran yang menggunakan down hole motor (pada mekanisme ini, hanya bit yang terpasang di ujung down hole motor saja yang berputar, melalui kerja fluida bertekanan yang dikirim dari permukaan) dan bukan mesin bor rotary (pada mekanisme ini, perputaran bit disebabkan oleh perputaran batang bor atau rod) yang selama ini lazim digunakan, untuk melakukan pengeboran sumur horizontal dll dari permukaan. Pada teknik ini, alat yang disebut MWD (Measurement While Drilling) terpasang di bagian belakang down hole motor, berfungsi untuk memonitor arah lubang bor dan melakukan koreksi arah sambil terus mengebor.
Gambar 5. Pengontrolan arah bor
ECBM
ECBM (Enhanced Coal Bed Methane Recovery) adalah teknik untuk meningkatkan keterambilan CBM. Pada teknik ini, gas injeksi yang umum digunakan adalah N dan CO2. Disini, hasil yang diperoleh sangat berbeda tergantung dari gas injeksi mana yang digunakan. Gambar di bawah ini menunjukkan produksi CBM dengan menggunakan gas injeksi N dan CO2.
Gambar 6. ECBM dengan N dan CO2
Bila N yang digunakan, hasilnya segera muncul sehingga volume produksi juga meningkat. Akan tetapi, karena N dapat mencapai sumur produksi dengan cepat, maka volume produksi secara keseluruhan justru menjadi berkurang.
Ketika N diinjeksikan ke dalam rekahan (cleat), maka kadar N di dalamnya akan meningkat. Dan karena konsentrasi N di dalam matriks adalah rendah, maka N akan mengalir masuk ke matriks tersebut. Sebagian N yang masuk ke dalam matriks akan menempel pada pori-pori. Oleh karena jumlah adsorpsi N lebih sedikit bila dibandingkan dengan gas metana, maka matriks akan berada dalam kondisi jenuh (saturated) dengan sedikit N saja.
Gambar 7. Tingkat adsorpsi gas
Gambar 8. Substitusi gas injeksi pada matriks batubara
Namun tidak demikian dengan CO2. Gas ini lebih mudah menempel bila dibandingkan dengan gas metana, sehingga CO2 akan menghalau gas metana yang menempel pada pori-pori. CO2 kemudian segera saja banyak menempel di tempat tersebut. Dengan demikian, di dalam matriks akan banyak terdapat CO2 sehingga volume gas itu yang mengalir melalui cleat lebih sedikit bila dibandingkan dengan N. Akibatnya, CO2 memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai sumur produksi. Selain itu, karena CO2 lebih banyak mensubstitusi gas metana yang berada di dalam matriks, maka tingkat keterambilan (recovery) CBM juga meningkat.

Potensi Coal Bed Methane (CBM) sebagai energi alternatif di Indonesia


Coal bed methane (CBM) merupakan sumber energi yang relatif masih baru. Sumber energi ini merupakan salah satu energi alternatif yang dapat diperbaharui penggunaannya. Gas metane yang diambil dari lapisan batubara ini dapat digunakan sebagai energi untuk berbagai kebutuhan manusia. Walaupun dari energi fosil yang tidak terbaharukan, tetapi gas ini terus terproduksi bila lapisan batubara tersebut ada. Kenapa? Yuk kita bahas sedikit.
Sebagaimana kita ketahui, batubara di Indonesia cadangan dan produksinya cukup menjanjikan. Dapat kita lihat pada gambar 1, dimana Indonesia termasuk negara produsen batubara dunia.

untitled1

Gambar 1. Negara dengan cadangan dan produksi batubara terbesar di dunia.
Seiring bertambahnya kebutuhan akan energi, baik untuk listrik dan transportasi, negara-negara berkembang seperti Indonesia juga membutuhkan suatu energi alternatif yang dapat terus dikembangkan. Dapat kita lihat pada gambar 2, dimana kebutuhan akan energi untuk pembangkit listrik terus berkembang. Salah satu pembangkit listrik di dunia yang paling dominan adalah dari energi batubara.

untitled2

Gambar 2. Sumber pemakaian energi untuk konsumsi listrik di dunia.
Berdasarkan perkiraan dari sebuah institusi di Prancis, maka konsumsi energi di dunia tetap akan memakai minyak, batubara dan gas sebagai energi primer (gambar 3). Projeksi ini memberikan gambaran sebagaimana pentingnya peran energi fosil sebagai energi yang ”harus” terbarukan. Kata-kata harus disini mungkin tidak masuk akal, karena energi tersebut memang habis dipakai (tidak dapat diperbaharui). Dengan adanya teknologi, riset dan pemikiran baru, maka sebuah lapisan batubara dapat memberikan sebuah energi baru berupa gas yang dapat kita pakai.
Bentuk CBM sama halnya dengan gas alam lainnya. Dapat dimanfaatkan rumah tangga, industri kecil, hingga industri besar. CBM biasanya didapati pada tambang batu bara non-tradisional, yang posisinya di bawah tanah, di antara rekahan-rekahan batu bara.

untitled3
Gambar 3. Energi primer yang dipakai di dunia.
Untuk memproduksi CBM, lapisan batubara harus terairi dengan baik sampai pada titik dimana gas terdapat pada permukaan batubara. Gas tersebut akan teraliri melalui matriks dan pori, dan keluar melalui rekahan atau bukaan yang terdapat pada sumur (gambar 4).
Air dalam lapisan batubara didapat dari adanya proses penggambutan dan pembatubaraan, atau dari masukan (recharge) air dalam outcrops dan akuifer. Air dalam lapisan tersebut dapat mencapai 90% dari jumlah air keseluruhan. Selama proses pembatubaraan, kandungan kelembaban (moisture) berkurang, dengan rank batubara yang meningkat.

untitled4
Gambar 4. Kaitan antara lapisan batubara, air dan sumur CBM.
Gas biogenik dari lapisan batubara subbituminus akan dapat berpotensi menjadi CBM. Gas biogenik tersebut terjadi oleh adanya reduksi bakteri dari CO2, dimana hasilnya berupa methanogens, bakteri anaerobik yang keras, menggunakan H2 yang tersedia untuk mengkonversi asetat dan CO2 menjadi metane sebagai by produk dari metabolismenya. Sedangkan beberapa methanogens membuat amina, sulfida, dan methanol untuk memproduksi metane.
Aliran air, dapat memperbaharui aktivitas bakteri, sehingga gas biogenik dapat berkembang hingga tahap akhir. Pada saat penimbunan maksimum, temperatur maksimum pada lapisan batubara mencapai 40-90°C, dimana kondisi ini sangat ideal untuk pembentukan bakteri metane. Metane tersebut terbentuk setelah aliran air bawah tanah pada saat ini telah ada.
Apabila air tanah turun, tekanan pada reservoir turun, pada saat ini CBM bermigrasi menuju reservoir dari sumber lapisan batubara. Perulangan kejadian ini merupakan regenerasi dari gas biogenik. Kejadian ini dipicu oleh naiknya air tanah atau lapisan batubara yang tercuci oleh air. Hal tersebut yang memberikan indikasi bahwa CBM merupakan energi yang dapat terbaharui.
Lapisan batubara dapat menjadi batuan sumber dan reservoir, karena itu CBM diproduksi secara insitu, tersimpan melalui permukaan rekahan, mesopore, dan mikropore (gambar 5). Permukaan tersebut menarik molekul gas, sehingga tersimpan menjadi dekat. Gas tersebut tersimpan pada rekahan dan sistem pori pada batubara sampai pada saat air merubah tekanan pada reservoir. Gas kemudian keluar melalui matriks batubara dan mengalir melalui rekahan sampai pada sumur. Gas tersebut sering kali terjebak pada rekahan-rekahan.

untitled5
Gambar 5. Kaitan antara porositas mikro, meso dan makro.
CBM juga dapat bermigrasi secara vertikal dan lateral ke reservoir batupasir yang saling berhubungan. Selain itu, dapat juga melalui sesar dan rekahan. Kedalaman minimal dari CBM yang telah dijumpai 300 meter dibawah permukaan laut.
Gas terperangkap pada lapisan batubara sangat bergantung pada posisi dari ketinggian air bawah tanah. Normalnya, tinggi air berada diatas lapisan batubara, dan menahan gas di dalam lapisan. Dengan cara menurunkan tinggi air, maka tekanan dalam reservoir berkurang, sehingga dapat melepaskan CBM (gambar 6).

untitled6
Gambar 6. Penampang sumur CBM.
Pada saat pertama produksi, ada fasa dimana volume air akan dikurangi (dewatering) agar gas yang dapat diproduksi dapat meningkat. Setelah fasa ini, fasa-fasa produksi stabil akan terjadi. Seiring bertambahnya waktu, peak produksi akan terjadi, saat ini merupakan saat dimana produksi CBM mencapai titik maksimal dan akan turun (decline).
Volume gas yang diproduksi akan berbanding terbalik dengan volume air. Bila volume gas yang diproduksi tinggi, maka volume air akan berkurang. Setelah peak produksi, akan terjadi fasa selanjutnya, yaitu fasa penurunan produksi (gambar 7). Seperti produksi minyak dan gas pada umumnya, fasa-fasa tersebut biasa terjadi. Namun demikian, seperti yang telah diuraikan, CBM dapat terbaharukan.

untitled7
Gambar 7. Volume vs time dalam produksi CBM.

untitled8
Gambar 8. Cadangan CBM Amerika.
Cadangan Coal Bed Methane (CBM) Indonesia saat ini cukup besar, yakni 450 TCS dan tersebar dalam 11 basin. Potensi terbesar terletak di kawasan Barito, Kalimantan Timur yakni sekira 101,6 TCS, disusul oleh Kutai sekira 80,4 TCS. Bandingkan dengan gambar 8, Amerika yang memiliki cadangan batubara cukup luas dan tersebar, hanya memiliki cadangan CBM yang relatif kecil.
Berdasarkan data Bank Dunia, konsentrasi potensi terbesar terletak di Kalimantan dan Sumatera. Di Kalimantan Timur, antara lain tersebar di Kabupaten Berau dengan kandungan sekitar 8,4 TCS, Pasir/Asem (3 TCS), Tarakan (17,5 TCS), dan Kutai (80,4 TCS). Kabupaten Barito, Kalimantan Tengah (101,6 TCS). Sementara itu di Sumatera Tengah (52,5 TCS), Sumatera Selatan (183 TCS), dan Bengkulu 3,6 TCS, sisanya terletak di Jatibarang, Jawa Barat (0,8 TCS) dan Sulawesi (2 TCS).
Sebagai informasi, sumber daya terbesar sebesar 6,49 TCS ada di blok Sangatta-1 dengan operator Pertamina hulu energi methane Kalimantan A dengan basin di Kutai. Disusul Indragiri hulu dengan operator Samantaka mineral prima dengan basin Sumatera Selatan yang mempunyai sumber daya 5,50 TCS, dan sumber daya paling rendah terlatak di blok Sekayu yang dioperatori Medco SBM Sekayo dengan basin Sumatera Selatan, dengan sumber daya 1,70 TCS.

untitled9

Jumat, 16 Maret 2012

METODE PENAMBANGAN BATUBARA

Faktor-faktor dalam pemilihan system penambangan yaitu :
1. Sifat keruangan dari endapan bijih
a. Ukuran (dimensi : tinggi atau tebal khususnya)
b. Bentuk (tanular, lentikular, massif, irregular)
c. Posisi (miring, mendatar atau tegak)
d. Kedalaman (nilai rata-rata, nisbah pengupasan)
2. Kondisi Geologi dan Hidrologi
a. Mineralogy dan petrologi (sulfida atau oksida)
b. Komposisi kimia (utama, hasil samping, mineral by product)
c. Struktur endapan (lipatan, patahan, intrusi, diskontinuitas)
d. Bidang lemah (kekar, fracture, cleavage dalam mineral, cleat dalam Batubara)
e. Keseragaman, alterasi, erosi
f. Air tanah dan hidrologi
3. Sifat geomekanik
a. Sifat elastic (kekuatan, modulus elastic, koefesien poison)
b. Perilaku plastis atau viscoelastis (flow, creep)
c. Keadaan tegangan (tegangan awal, induksi)
d. Konsolidasi, kompaksi dan kompeten
e. Sifat-sifat fisik yang lain (bobot isi, voids, porositas, permeabilitas, lengas bebas, lengas bawaan)
4. Konsiderasi ekonomi
a. Cadangan (tonnage dan kadar)
b. Produksi
c. Umur tambang
d. Produktifitas
e. Perbandingan ongkos penambangan untuk metode penambangan yang cocok
5. Faktor teknologi
a. Perolehan tambang
b. Dilusi (jumlah waste yang dihasilkan dengan bijih)
c. Kefleksibilitas metode dengan perubahan kondisi-kondisi
d. Selektifitas metode untuk bijih dan waste
e. Konsentrasi/penyebaran pekerjaan
Dasar dalam pemilihan metode penambangan yaitu :
1. Stripping Ratio (SR)
Yaitu berapa jumlah waste (tanah buangan baik O/B maupun batuan samping) yang harus dibuang/disingkirkan untuk memperoleh 1 ton endapan bijih sampai pada ultimate pit limit.
Jumlah Waste (m3/ton)
SR =
————————————-
Jumlah Ore (m3/ton)
SR > 1 = Ongkos pengupasan lebih kecil (Tamka)
SR > 1 = Ongkos pengupasan lebih besar (Tamda)
SR = 1 = Bisa Tamka/Tamda
2. Break Even Stripping Ratio (BESR)
Yaitu perbandingan antara keuntungan kotor dengan ongkos pembuangan O/B.
Cost penggalian bijih
BESR =
—————————————
Cost pengupasan OB
Untuk memilih system penambangan digunakan istilah BESR-1 bagi open pit yaitu overall stripping ratio.
BESR-1 > 1 = Tamka
BESR-1 < 1 = Tamda
BESR = 2 = Bisa Tamka/Tamda
Kemudian setelah ditentukan yang dipilih Tamka, maka dalam rangka pengembangan rencana penambangan tiap tahap digunakan istilah economic stripping ratio (BESR-2).
Recovable value/ton ore – Production cost/ton ore
BESR-2 =
—————————————————————————–
Stripping cost/ton ore
BESR-2 untuk menentukan maksimal berapa ton waste yang disingkirkan untuk memperoleh 1 ton ore agar tahap penambangan ini masih memberikan keuntungan (max allowable stripping ratio) dan untuk menentukan batas pit (pit limit).
SISTEM PENAMBANGAN BATUBARA
Sistem penambangan adalah suatu cara atau teknik yang dilakukan untuk membebaskan atau mengambil endapan bahan galian yang mempunyai arti ekonomis dari batuan induknya untuk diolah lebih lanjut sehingga dapat memberikan keuntungan yang besar dengan memperhatikan keamanan dan keselamatan kerja yang terbaik serta meminimalisasi dampak lingkungan yang dapat ditimbulkannya
Agar dapat tercapai hal-hal yang terdapat dalam defenisi sistem penambangan di atas, maka cara penambangan yang diterapkan harus dapat menjamin :
1. Ongkos penambangan yang seminimal mungkin.
2. Perolehan atau mining recovery harus tinggi.
3. Efisiensi kerja harus tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh :
- Jenis alat yang digunakan.
- Sinkronisasi kerja yang baik.
- Tenaga kerja yang terampil.
- Organisasi dan manajemen yang baik.
Penambangan batubara terbuka
Kegiatan-kegiatan dalam Tambang Batubara terbuka adalah sebagai berikut :
a. Persiapan daerah penambangan
b. Pengupasan dan penimbunan tanah humus
c. Pengupasan tanah penutup
d. Pemuatan dan pembuangan tanah penutup (misalnya dengan shovel dan truk, BWE, dan dragline)
e. Penggalian batubara
f. Pemuatan dan pengangkutan batubara
g. Penirisan tambang
h. Reklamasi
Secara garis besarnya, sistem dan metode penambangan dibagi atas 4 (empat) bagian, yaitu :
1. Tambang terbuka (surface mining).
2. Tambang dalam atau tambang bawah tanah (underground mining).
3. Tambang bawah air (underwater mining).
4. Tambang di tempat (insitu mining).
1. Tambang terbuka (surface mining).
Tambang terbuka (surface mining) adalah metode penambangan yang segala kegiatan atau aktifitas penambangannya dilakukan di atas atau relatif dekat dengan permukaan bumi, dan tempat kerjanya berhubungan langsung dengan udara luar.
Menurut materi yang ditambang, dibagi menjadi 4 bagian, yaitu :
a.  “Open Pit / Open Cut / Open Cast / Open Mine mining”.
b.  “Stripping mining”. (khusus pada tambang batubara)
c.  “Quarrying mining”.
d.  “Alluvial Mining”.
2. Tambang dalam atau tambang bawah tanah (underground mining).
Tambang dalam atau tambang bawah tanah (underground mining) adalah metode penambangan yang segala kegiatan atau aktifitas penambangannya dilakukan di bawah permukaan bumi, dan tempat kerjanya tidak langsung berhubungan dengan udara luar.
Tambang bawah tanah ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
a. Metode tanpa penyanggaan (Non Supported / Open Stope Method).
b. Metode dengan penyanggaan (Supported Stope Method).
c. Metode ambrukan (Caving Method)
3. Tambang bawah air (underwater mining).
Tambang bawah air (underwater mining) adalah metode penambangan yang kegiatan penggaliannya dilakukan di bawah permukaan air atau endapan mineral berharganya terletak di bawah permukaan air.
Menurut jenis peralatan yang digunakan, dibagi atas 4 jenis, yaitu :
a. Menggunakan kapal keruk laut dalam ( > 50 m ).
b. Menggunakan kapal keruk hidrolik.
c. Menggunakan kapal keruk dengan jaring tarik (drag net).
d. Menggunakan kapal isap laut dalam.Tambang di tempat (insitu mining)
4. Tambang di tempat (insitu mining)
Tambang di tempat (insitu mining) adalah metode penambangan yang dilakukan terhadap endapan mineral dan batuan yang terbentuk secara khusus (model endapan geologi tertentu), di mana penambangannya langsung dilakukan di tempat tersebut dengan cara khusus pula.
Contohnya adalah gasifikasi batubara, metode pelindian, metode pemanasan bawah tanah, metode penyaliran metan, dan lain-lain.
Praktek Pertambangan Yang Baik
(Good Mining Practice = GMP).
Praktek pertambangan yang baik (GMP) adalah seluruh proses penambangan yang dilakukan dari awal hingga akhir harus dilakukan dengan baik dengan mengikuti standar yang telah ditetapkan, mengikuti norma dan peraturan yang berlaku sehingga dapat dicapai tujuan pertambangan yang efisien.
Salah satu bagian penting dari tujuan pertambangan adalah pengembangan berkelanjutan (sustainable development).
Macam-macam tambang batubara terbuka
Pengelompokan jenis-jenis tambang terbuka batubara didasarkan pada letak endapan, dan alat-alat mekanis yang dipergunakan. Teknik penambangan pada umumnya dipengaruhi oleh kondisi geologi dan topografi daerah yang akan ditambang. Jenis-jenis tambang terbuka batubara dibagi menjadi :
1) Contour Mining
Contour mining cocok diterapkan untuk endapan batubara yang tersingkap di lereng pegunungan atau bukit. Cara penambangannya diawali dengan pengupasan tanah penutup (overburden) di daerah singkapan di sepanjang lereng mengikuti garis ketinggian (kontur), kemudian diikuti dengan penambangan endapan batubaranya. Penambangan dilanjutkan ke arah tebing sampai dicapai batas endapan yang masih ekonomis bila ditambang.
Menurut Robert Meyers, Contour Mining dibagi menjadi beberapa metode, antara lain :

a. Conventional Contour Mining
Pada metode ini, penggalian awal dibuat sepanjang sisi bukit pada daerah dimana batubara tersingkap. Pemberaian lapisan tanah penutup dilakukan dengan peledakan dan pemboran atau menggunakan dozer dan ripper serta alat muat front end leader, kemudian langsung didorong dan ditimbun di daerah lereng yang lebih rendah. Pengupasan dengan contour stripping akan menghasilkan jalur operasi yang bergelombang, memanjang dan menerus mengelilingi seluruh sisi bukit.
Gambar 1. Conventional Contour Mining
Gambar 1. Conventional Contour Mining
b. Block-Cut Contour Mining
Pada cara ini daerah penambangan dibagi menjadi blok-blok penambangan yang bertujuan untuk mengurangi timbunan tanah buangan pada saat pengupasan tanah penutup di sekitar lereng. Pada tahap awal blok 1 digali sampai batas tebing (highwall) yang diijinkan tingginya. Tanah penutup tersebut ditimbun sementara, batubaranya kemudian diambil. Setelah itu lapisan blok 2 digali kira-kira setengahnya dan ditimbun di blok 1. Sementara batubara blok 2 siap digali, maka lapisan tanah penutup blok 3 digali dan berlanjut ke siklus penggalian blok 2 dan menimbun tanah buangan pada blok awal.
Pada saat blok 1 sudah ditimbun dan diratakan kembali, maka lapisan tanah penutup blok 4 dipidahkan ke blok 2 setelah batubara pada blok 3 tersingkap semua. Lapisan tanah penutup blok 5 dipindahkan ke blok 3, kemudian lapisan tanah penutup blok 6 dipindahkan ke blok 4 dan seterusnya sampai selesai. Penggalian beruturan ini akan mengurangi jumlah lapisan tanah penutup yang harus diangkut untuk menutup final pit.

Gambar 2. Block-Cut Contour Mining
c. Haulback Contour Mining
Metode haulback ini merupakan modifikasi dari konsep block-cut, yang memerlukan suatu jenis angkutan overburden, bukannya langsung menimbunnya. Jadi metode ini membutuhkan perencanaan dan operasi yang teliti untuk bisa menangani batubara dan overburden secara efektif .
Ada tiga jenis perlatan yang sering digunakan, yaitu :
a. Truk atau front-end loader
b. Scrapers
c. Kombinasi dari scrapers dan truk

Gambar 3. Haulback contour mining
d. Box-Cut Contour Mining
Pada metode box-cut contour mining ini lapisan tanah penutup yang sudah digali, ditimbun pada daerah yang sudah rata di sepanjang garis singkapan hingga membentuk suatu tanggul-tanggul yang rendah yang akan membantu menyangga porsi terbesar dari tanah timbunan.

Gambar 4. Box-Cut Contour Mining
2) Mountaintop removal method
Metode mountaintop removal method ini dikenal dan berkembang cepat, khususnya di Kentucky Timur (Amerika Serikat). Dengan metode ini lapisan tanah penutup dapat terkupas seluruhnya, sehingga memungkinkan perolehan batubara 100%.

Gambar 5. Mountaintop Removal Methode
3) Area mining method
Metode ini diterapkan untuk menambang endapan batubara yang dekat permukaan pada daerah mendatar sampai agak landai. Penambangannya dimulai dari singkapan batubara yang  mempunyai lapisan dan tanah penutup dangkal dilanjutkan ke yang lebih tebal sampai batas pit.
Terdapat tiga cara penambangan area mining method, yaitu :
a. Conventional area mining method
Pada cara ini, penggalian dimulai pada daerah penambangan awal sehingga penggalian lapisan tanah penutup dan penimbunannya tidak terlalu mengganggu lingkungan. Kemudian lapisan tanah penutup ini ditimbun di belakang daerah yang sudah ditambang.

Gambar 6. Conventional Area Mining Methode
b. Area mining with stripping shovel
Cara ini digunakan untuk batubara yang terletak 10–15 m di bawah permukaan tanah. Penambangan dimulai dengan membuat bukaan berbentuk segi empat. Lapisan tanah penutup ditimbun sejajar dengan arah penggalian, pada daerah yang sedang ditambang. Penggalian sejajar ini dilakukan sampai seluruh endapan tergali.

Gambar 7. Area Mining with Stripping Shovel
c. Block area mining
Cara ini hampir sama dengan conventional area mining method, tetapi daerah penambangan dibagi menjadi beberapa blok penambangan. Cara ini terbatas untuk endapan batubara dengan tebal lapisan tanah penutup maksimum 12 m. Blok penggalian awal dibuat dengan bulldozer. Tanah hasil penggalian kemudian didorong pada daerah yang berdekatan dengan daerah penggalian.

Gambar 8. Block Area Mining
4) Open pit Method
Metode ini digunakan untuk endapan batubara yang memiliki kemiringan (dip) yang besar dan curam. Endapan batubara harus tebal bila lapisan tanah penutupnya cukup tebal.
a. Lapisan miring
Cara ini dapat diterapkan pada lapisan batubara yang terdiri dari satu lapisan (single seam) atau lebih (multiple seam). Pada cara ini lapisan tanah penutup yang telah dapat ditimbun di kedua sisi pada masing-masing pengupasan.

Gambar 9. Open Pit Methode Lapisan Miring
b. Lapisan tebal
Pada cara ini penambangan dimulai dengan melakukan pengupasan tanah penutup dan penimbunan dilakukan pada daerah yang sudah ditambang. Sebelum dimulai, harus tersedia dahulu daerah singkapan yang cukup untuk dijadikan daerah penimbunan pada operasi berikutnya.
Pada cara ini, baik pada pengupasan tanah penutup maupun penggalian batubaranya, digunakan sistem jenjang (benching system).

Gambar 10. Open Pit Methode Lapisan Tebal

1.2 Penambangan batubara bawah tanah

Metode penambangan batubara bawah tanah ada 2 buah yang populer, yaitu:
- Room and Pillar
- Longwall
1.2.1 Room and Pillar
Metode penambangan ini dicirikan dengan meninggalkan pilar-pilar batubara sebagai penyangga alamiah. Metode ini biasa diterapkan pada daerah dimana penurunan (subsidence) tidak diijinkan. Layout Metode Room and Pillar dapat dilihat pada Gambar. Penambangan ini dapat dilaksanakan secara manual maupun mekanis.

Gamabr 11. Room and Pillar Methode
 1.2.2 Longwall
Metode penambangan ini dicirikan dengan membuat panel-panel penambangan dimana ambrukan batuan atap diijinkan terjadi di belakang daerah penggalian. Layout Metode Longwall dapat dilihat pada Gambar. Penambangan ini juga dapat dilaksanakan secara manual maupun mekanis.

Gambar 12. Longwall

1.3 Penambangan dengan Auger (Auger Mining)


      Auger mining adalah sebuah metode penambangan untuk permukaan dengan dinding yang tinggi atau penemuan singkapan (outcrop recovery) dari batubara dengan pemboran ataupun penggalian bukaan ke dalam lapisan di antara lapisan penutup. Auger mining dilahirkan sebelum 1940-an adalah metode untuk mendapatkan batubara dari sisi kiri dinding tinggi setelah penambangan permukaan secara konvensional. Penambangan batubara dengan auger bekerja dengan prinsip skala besar drag bit rotary drill. Tanpa merusak batubara, auger mengekstraksi dan menaikkan batubara dari lubang dengan memiringkan konveyor atau pemuatan dengan menggunakan loader ke dalam truk.
Pengembangan dan persiapan daerah untuk auger mining adalah tugas yang mudah jika dilakukan bersamaan dengan pemakaian metode open cast atau open pit. Setelah kondisi dinding tinggi, auger drilling dapat ditempatkan pada lokasi. Kondisi endapan yang dapat menggunakan metode ini berdasarkan Pfleider (1973) dan Anon (1979) adalah endapan yang memiliki penyebaran yang baik dan kemiringannya mendekati horisontal, serta kedalamannya dangkal (terbatas sampai ketinggian dinding dimana auger ditempatkan.

Gambar 13. Auger Mining Methode
 

Gambar 14. Auger Drills
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

GAMBAR – GAMBAR


Auger Holes

COAL EXTRACTION ACTIVITY

Continuous Mining1

Continuous Mining2

Contour Mining
Contour Mining2

Direct Dozing Method

Direct Dozing Method

Downhill – Dozer Wedge

Dragline

Example Dozer Method

Example Dozer Method Cross Section

High wall Mining (Auger Mining)

High Wall Mining Configuration


High Wall Mining EquipmentLAUNCH VEHICLEMountain top RemovalQuarry Mining
Open Pit Mining

Truck and Shovel











































Open Pit Mining
















Quarry Mining
















Strip Mining


















Truck and Shovel
















                                                  MLOCOTZ BROTHER